Jumat, 16 November 2012

FISIOLOGI TUMBUHAN


Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Tanaman kentang (Solanum tuberosum) adalah termasuk tanaman sayuran yang berumur pendek. Saat ini kegunaan umbinya semakin banyak dan mempunyai peran penting bagi perekonomian Indonesia. Kebutuhan kentang akan meningkat akibat pertumbuhan jumlah penduduk, juga akibat perubahan pola konsumsi di beberapa Negara berkembang.
Unsur hara merupakan salah satu factor yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang yang optimal. Penggunaan pupuk sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan produksi kentang sudah sangat membudaya dan para petani telah menganggap bahwa pupuk dan cara pemupukan sebagai salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan usah taninya.
Dampak dari penggunaan pupuk anorganik menghasilkan peningkatan produkstivitas tanaman yang cukup tinggi. Namun penggunaan pupuk anorganik dalam jangka yang relative lama umumnya berakibat buruk pada kondisi tanah. Tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air dan cepat menjadi asam yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman (Indrakusuma, 2000).
Produktivitas tanarnan kentang nasional dari tahun 1998 sampai tahun 2002 berturut-turut, 15.348,14.700,15.400 tha", 15,600't ha-1, dan 14,800 t ha-1. Hasil rata-rata itu masih jauh lebih rendah daripada hasil rata-rata negara maju seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat, dan negara-negara Oseania yang mencapai 25 t ha-l. Hasil kentang di daerah beriklim sedang dapat mencapai 30- 40 t ha-'. Produktivitas tanaman kentang di Indonesia relatif masih rendah dan tidak stabil, yaitu berkisar antara 13- 17 t ha". Rendahnya hasil yang dicapai disebabkan oleh kebijakan program intensifikasi yang secara' langsung atau tidak langsung memberikan dampak yang serius terhadap lingkungan, antara lain meningkatnya degradasi lahan in situ akibat erosi sehingga terjadi pencucian dan pengurasan hara, meningkatnya polusi lahan ex sihr oleh limbah pupuk dan pestisida, dan meningkatnya serangan hama dan penyakit. Altematif untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah serta menghindarkan dari dampak yang merugikan dari penggunaan zat kimia adalah pemberian pupuk organik.
Penggunaan pupuk organik kotoran ternak difermentasi (porasi) diberi inokulan kultur mikroorganisme tertentu terdapat bakteri yang dapat mempercepat fermentasi bahan organik. Dengan demikian, akan menghasilkan senyawa organik seperti protein, gula, asam laktat, asam amino, alkohol, dan vitamin di mana dalam waktu yang sangat cepat berubah menjadi senyawa anorganik yang mudah tersedia bagi tanaman. Selanjutnya dinyatakan bahwa pemberian porasi bermanfaat bagi tanaman dalam menyediakan unsur N, P, K, dan sulfur, memperbesar KTK tanah, dan meningkatkan kelamtan P tanah (Priyadi, 1999).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa porasi hasil fermentasi bahan organik dapat digunakan sebagai pupuk organik dan menyuburkan tanah serta meningkatkan pertumbuhan tanaman, Tanaman kentang memerlukan banyak N karena dapat memacu perpanjangan sel dan pertumbuhan vegetatif, memperbesar jumlah uinbi, dan mengundurkan
saat inisiasi. Salah satu masalah utama dalam penggunaan pupuk N adalah pemberian pupuk N yang berbeda sumber memberikan efek yang berbeda terhadap sifat fisika dan kimia tanah yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman kentang. Ditinjau dari segi efisiensi pemupukan N, ternyata kombiiasi penggunaan urea dan ZA masingmasing setengah dosis total N adalah terbaik dilihat dari produksi, mutu has3 umbi, dan serapan hara tanaman kentang pada tanah Andisols atau semacamnya (Suwandi dm Asandhi, 1986).
1.2 Permasalahan
1.2.1     Bagaimana Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan produksi kentang ( Solanum tuburosum)?
1.2.2     Bagaimana nutrisi kalium dan kalsium dalam meningkatkan produksi kentang ?
1.2.3     Bagaimana nutrisi fosfor dan pupuk nitrogen dalam laju pertumbuhan kentang?
1.3 Tujuan
1.3.1     Untuk mengetahui bagaimana Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan produksi kentang ( Solanum tuburosum)
1.3.2     Untuk memahami bagaimana nutrisi kalium dan kalsium dalam meningkatkan produksi kentang 
1.3.3     Untuk mengetahui bagaimana nutrisi fosfor dan pupuk nitrogen dalam laju pertumbuhan kentang






















BAB II
Pembahasan

2.1 .Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan   
       produksi kentang ( Solanum tuburosum)
Pemberian pupuk organik cair dengan berbegai yaitu 0 ml/l, 1 ml/l, 2 ml/l, 3 ml/l dan 4 ml/l terhadap parameter tinggi tanaman memberikan hasil yang berbeda tidak nyata. Penambahan tinggi tanaman mula-mula lambat, kemudian berangsur-angsur menjadi lebih cepat sampai tercapai suatu laju pemanjangan batang yang maksimum yaitu pada minggu kedelapan yang akhirnya laju pemanjangan batang konstan hingga minggu kesebelas. Hasil penelitian yang dicapai pada perlakuan 0 ml/l (41,36) hingga perlakuan 4 ml/l (47,18) menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman kentang. Hal ini diperkuat dengan uji Duncan’s yang menunjukkan perbedaan yang nyata pada masing-masing pemberian pupuk cair. Respon perlakuan terhadap jumlah daun terhadap pemberian pupuk organik cair terlihat berbeda nyata pada konsentrasi 4 ml/l.













Hasil analisis data tinggi tanaman kentang seperti yang tercantum pada Tabel- 1 terlihat bahwa nilai F Hitung < F Tabel. Analisis Duncan’s 5 % menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair dengan konsentrasi 0 ml/l, 2ml/l, 3 ml/l dan 4 ml/l memberikan hasil yang berbeda tidak nyata. Hal ini berarti pemberian pupuk organik cair dari masing-masing konsentrasi perlakuan tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman kentang.
Pemberian pupuk organik cair dapat meningkatkan jumlah daun dari 196 helai pada tanaman tanpa pupuk organik cair menjadi 344 helai daun. Penambahan tinggi tanaman dan jumlah daun Solanum tuberosum ini diduga diperkirakan bahwa pemberian pupuk organik cair dapat menyebabkan terdorongnya atau terpacunya sel di ujung batang untuk segera mengadakan pembelahan dan perbesaran sel terutama di daerah meristematis. Hal ini sesuai dengan pendapat Bonner & Galston 1951) yang mengatakan bahwa pembelahan secara antiklinal dan periklinal dan perbesaran sel meristematis di ujung batang, meskipun laju kecepatannya tidak sama.. Anonim-b (2007) dan Anonim-c yang mengatakan bahwa pemberian pupuk organik cair yang mengandung unsur N, P, K, Mg dan Ca) akan menyebabkan terpacunya sintesis dam pembelahan dinding sel secara antiklinal sehingga akan mempercepat pertambahan tinggi tanaman Anonim-b (2007) dan Lakitan (1996) mengatakan bahwa adanya perbedaan laju pertumbuhan dan aktivitas jaringan meristematis yang tidak sama, akan menyebabkan perbedaan laju pembentukan yang tidak sama pada organ yang terbentuk. Selain itu pemberian pupuk organik cair yang lengkap kandungan haranya, akan menyebabkan laju pertumbuhan yang sintesisis yang berbeda (Indrakusuma. 200I.)..
Poerwowidodo (1992) menyatakan bahwa protein merupakan penyusun utama protoplasma yang berfungsi sebagai pusat proses metabolisme dalam tanaman yang selanjutnya akan memacu pembelahan dan pemanjangan sel.
Unsur hara nitrogen dan unsur hara mikro tersebut berperan sebagai penyusun klorofil sehingga meningkatkan aktivitas fotosintesis tersebut akan menghasilkan fotosintat yang mengakibatkan perkembangan pada jaringan meristematis daun. Pemberian pupuk oranik cair pada tanaman S. tuberosum ini diperkirakan akan mempercepat sintesis asam amino dan protein sehingga mempercepat pertumbuha tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Rao (1994) & Purwowidodo (1992) yang mengatakan bahwa pupuk organik cair mengandung unsur kalium yang berperan penting dalam setiap proses metabolism tanaman, yaitu dalam sintesis asam amino dan protein dari ion-ion ammonium serta berperan dalam memelihara tekanan turgor dengan baik sehingga memungkinkan lancarnya proses-proses metabolisme dan menjamin kesinambungan pemanjangan sel. Oleh penulis yang sama dikatakan bahwa unsur Fosfor berperan dalam menyimpan dan memindahkan energi untuk sintesis karbohidrat, protein, dan proses fotosintesis. Senyawa-senyawa hasil fotosintesis disimpan dalam bentuk senyawa organic yang kemudian dibebaskan dalam bentuk ATP untuk pertumbuhan tanaman. Asam humat dan asam fulfat serta zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam pupuk organik cair akan mendukung dan mempercepat pertumbuhan tanaman (Rao, 1994 & Poerwowidodo (1992 ).
Berat basah tanaman merupakan berat tanaman pada saat tanaman masih hidup dan ditimbang secara langsung setelah panen, sebelum tanaman menjadi layu akibat kehilangan air (Lakitan, 1996).
Respon tanaman kentang terhadap pemberian pupuk organik cair memberikan hasil yang meningkat pada konsentrasi 3 ml/l (608,42) dan 4 ml/l (850,88). Hal ini disebabkan karena pupuk organik cair yang diberikan mampu mampu memacu metabolisme pada tanaman kentang. Nitrogen yang terkandung dalam pupuk organik cair berperan sebagai penyusun protein sedangkan fosfor dan kalsium berperan dalam memacu pembelahan jaringan meristem dan merangsang pertumbuhan akar dan perkembangan daun yang. Akibatnya tingkat absorbsi unsur hara dan air oleh tanaman sampai batas optimumnya yang akan digunakan untuk pembelahan, perpanjangan dan diferensiasi sel. Kalium mengatur kegiatan membuka dan menutupnya stomata Pengaturan stomata yang optimal akan mengendalikan transpirasi tanaman dan meningkatkan reduksi karbondioksida yang akan diubah menjadi karbohidrat. Unsur hara nitrogen, fosfor dan kalium serta unsure mikro yang terkandung dalam pupuk organik cair akan meningkatkan aktivitas fotosintesis tumbuhan sehingga meningkatkan karbohidrat yang dihasilkan sebagai cadangan makanan (Poerwowidodo, 1992).
Pemberian pupuk organik cair dengan konsentrasi 0 ml/l, 1 ml/l, 2 ml/l, 3 ml/l, dan 4 ml/l tidak signifikan terhadap berat kering tanaman kentang. Berat kering tanaman merupakan resultan dari tiga prosesyaitu penumpukan asimilat melalui fotosintesa, penurunan asimilat akibat respirasi dan akumulasi ke bagian cadangan makanan (Anonim-b. 2007). Gardner (1991) mengatakan bahwa berat kering tumbuhan adalah keseimbangan antara pengambilan CO2 (fotosintesis) dan pengeluaran CO2 (respirasi). Apabila respirasi lebih besar disbanding fotosintesis tumbuhan itu akan berkurang berat keringnya. Pupuk organic cair mengandung unsur hara kalium dan kalsium yang akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan akar lateral sehingga mempengaruhi kemampuan tanaman kentang dalam menyerap air.
2.2  Nutrisi kalium dan kalsium dalam meningkatkan produksi kentang 
Pada tahun 1996, non-kalsium tanaman K tinggi dipamerkan umbi sekitar 17 dan 25% lebih tinggi FW daripada satu rendah (60 kg K Fed-1) pada 75 dan 90 DAP, masing-masing.Peningkatan masing umbi FW tanaman Ca-dibuahi adalah 28 dan 21% pada 75 dan 90 DAP, masing-masing. Tanaman tumbuh di bawah kondisi K tinggi pada tahun 1997 tanpa Ca memiliki sekitar 40 dan 29% peningkatan umbi FW dari rekan-rekan mereka dari tingkat K rendah pada 75 dan 90 DAP, masing-masing. Pada 75 dan 90 DAP, Ca dibuahi tanaman tingkat tinggi K menunjukkan, masing-masing, 35 dan 27% lebih tinggi umbi FW dari yang berhubungan tingkat K.  Dalam penelitian ini, tanah aplikasi tingkat tinggi K mengakibatkan tingkat yang cukup konsentrasi K daun(Westermann, 1993), Tanah Ca aplikasi (110 kg Ca Fed-1) menunjukkan tidak berpengaruh nyata (P = 0,05) terhadap semua parameter hasil (Tabel 2, 3 dan 4). Ca aplikasi dalam tanah memiliki tukar Ca lebih rendah dari 350 kg-1 hasil mg umbi ditingkatkan. Tanah analisis dalam studi ini ditampilkan kalsium lebih rendah dibandingkan yang dilaporkan di atas. Di bawah kondisi kita, bagaimanapun, kami mengamati ada gejala kekurangan Ca daun daun di mana konsentrasi Ca berada di kisaran yang cukup dilaporkan oleh Westermann (1993) tanpa pemupukan Ca. Oleh karena itu, perbedaan dalam respon hasil terhadap aplikasi Ca antara karya ini dan bahwa dari Simmons dan Kelling (1987) mungkin disebabkan karena perbedaan kebutuhan Ca varietas kentang yang digunakan dalam kedua studi.
Ca konsentrasi menunjukkan respon yang signifikan untuk diterapkan sebagai kalsium sebelumnya melaporkan (Locascio et al, 1992;. Clough, 1994). Meskipun tingkat K tinggi dikurangi daun konsentrasi Ca (Singh dan Brar, 1985; Sharma dan Arora, 1988;. Locascio et al, 1992), daun tingkat Ca tetap di kisaran yang cukup (Westermann, 1993), menunjukkan penyerapan kelebihan atau tinggi Ca di rendah diperlakukan tanaman kalium dihapus oleh kompetisi K dalam K yang tinggi dibuahi. Di sisi lain, kupas dan Ca medula konsentrasi tidak dipengaruhi oleh tingkat K, berbeda dengan laporan Locascio dkk. (1992). Hal ini, mungkin, karena metode yang efektif aplikasi kalsium diikuti dalam Ca penelitian kami sedang fertigated di daerah umbi, dengan demikian, meningkatkan efektivitas serapan umbi Ca. Selain itu, kami menggunakan kelas larut dari Ca-nitrat yang dapat menguntungkan bagi ketersediaan tanah yang tinggi Ca dibandingkan dengan gipsum digunakan dalam pekerjaan mereka. Ini, selanjutnya, mengusulkan bahwa efek positif dari aplikasi Ca pada konsentrasi umbi mengangkat kalsium adalah independen dari tingkat aplikasi kalium.
Ini mendokumentasikan pentingnya gizi kalium untuk produksi kentang. Hal ini mencerminkan pentingnya mempelajari hubungan antara tanah tukar K dan K tingkat pemupukan serta berbagai kebutuhan untuk tujuan produksi yang berbeda. Respon positif dari konsentrasi umbi Ca dengan penerapan bentuk yang larut dari Ca pupuk di dalam tanah memiliki Ca memadai untuk pertumbuhan tanaman yang normal menunjukkan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui tingkat optimal tanah tukar Ca diperlukan untuk memastikan umbi serapan Ca cukup dalam Mesir kondisi. Hal ini juga mencerminkan pentingnya menerapkan bentuk larut pupuk kalsium di daerah umbi zona untuk meningkatkan umbi konten Ca.

2.3  Nutrisi fosfor dan pupuk nitrogen dalam laju pertumbuhan kentang
Menurut Tan (1984), Andisols dengan muatan berubah dibeda menjadi Andisols dengan KTK rendah (< 30 cmol kg?), KTK sedang (antara 30 sampai 50 cmol kg'), dan KTK tinggi (> 50 cmol kg"). Dengan patokan itu, KTK Andisols  Pangalengan termasuk rendah. Karbon-organik memenuhi kriteria cukup tinggi, yakni 4,77 % dengan N total 0,48 % (sedang). Pemberian pemupukan adalah salah satu alternatif untuk lebih memperbaiki tingkat kesuburan Andisols tersebut. Bobot isi 0,82 g cm-3, ha1 itu sesuai dengan Soil Strruey Staff (1990) yang menetapkan bahwa salah satu kriteria Andisols adalah nilai bobot isi < 0,90 g cm-3. Tekstur memenuhi kriteria, yaitu lempung berliat. Menurut Wieny (1999) LTU sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kelembaban tanah, suhu dan N. tanaman yang mengalami cekaman air, suhu dan N dan mengurangi has dam. Pemberian pupuk N yang meningkat atau lebih tinggi sampai dosis tertentu akan meningkatkan laju pengisian umbi. Pengaruh aplikdsi N terhadap perkembangan umbi, laju, dan panjang waktu pengisian umbi saling berhubungan. Selanjutnya dengan pemberian pupuk N yang lebih tinggi lagi(258 kg- ha-1 N) justru terjadi penurunan nilai LTU karena peningkatan takaran pupuk N mengakibatkan bertambahnya konsentrasi nitrat pada bagian tangkai daun dan menurunkan kandungan pati umbi. Konsentrasi nitrat tersebut dapat menghambat pembentukan umbi, oleh karena itu, takaran pemupukan N yang tinggi dan merugikan tanaman-.
Pemberian porasi dan pemberian pupuk N yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan konsentrasi P tanaman, tetapi jika pemberian pupuk N ditingkatkan konsentrasi P tanaman menurun. Artinya, pemberian porasi 223 t ha-1 dan masukan pupuk 172 kg ha" N sudah seimbang; jika diberi pupuk N yang lebih tinggi lagi hingga 258 kg ha-1, terjadi penurunan konsentrasi P tanaman karena pupuk N yang tinggi di dalam tanah akan menghambat aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan seperti bakteri yang memfiksasi N dan bakteri pelarut fosfat. Penyerapan P oleh tanaman merupakan proses simultan yang sding terkait di antara P-tanah, mikroorganisme pelarut fosfat, aliran difusi fosfat, dan metabolism tanaman. Tingginya konsentrasi P jaringan tanaman yang berkorelasi dengan konsentrasi N sejalan dengan pemyataan yang dikemukakan oleh Cassman et d. (1989), yaitu adanya interaksi antara N tersedia dalam tanah dengan konsentrasi P tanaman White (1973) mengemukakan bahwa N mempengaruhi aktivitas metabolism dalam akar yang dapat lebih cepat mempersatukan P ke dalam senyawa organic dalam sel akar sehingga menghalangi penimbunan P anorganik di dalam a k ~ .Semakin meningkat dosis porasi yang diberikan semakin meningkat kon-sentrasi P tanaman.
Tabel 3. Konsentrasi P tanaman kentang diberi porasi dan inokulun Azospirillum sp. Serta pupuk N.














Konsentrasi P tanam-an kentang tertinggi diperoleh dengan masukan porasi 22,5 t ha-1 dan pupuk N 172 kg ha-', tanpa dan dengan masukan inokulan Azospinllum sp. berturut-turut 0,40 dan 0,43 %. Penambahan porasi sebagai pupuk organik dapat meningkatkan pH sehingga mengurangi ikatan P (retensi P) oleh tanah karena dari fermentasi bahan organic (porasi) dalam tanah akan dihasilkan senyawa organik yang dapat melarutkan P menjadi tersedia. Pupuk organik berperan dalam meningkatkan mineralisasi P tanah dalam melarutkan P dari pupuk. Porasi berasal dari bahan organik yang difermentasi dengan mikroorganisme efektif (M-Bio), yang di dalamnya terkandung berbagai macam mikroorganisme salah satu di antaranya bakteri pelarut fosfat. Konsentrasi P tanaman kentang di Cisarua dapat dikatakan secara umum lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi P tanaman di Pangalengan. Hal itu diduga karena lebih rendahnya konsentrasi P tanah sebelum percobaan; kandungan P tersedia tanah di Cisarua 10,7 mg kg1 lebih rendah dibandingkan di Pangalengan 30,2 mg kg". Hal itu berhubungan dengan mineral yang mendominasi Andisols di Cisarua yaitu haloisit atau mineral-mineral kristalin serta mineral oksida dimana mineral holoisit ini mencirikan tingkat pelapukan yang lebih lanjut dengan demikian akan berpengaruh dengan tingkat kesuburan tanahnya. Keberhasilan tanaman untuk memanfaatkan unsur hara dari dalam tanah sangat bergantung pada kemampuan tanah untuk mensuplai unsur hara tersebut. Dengan demikian, tersedianya unsur P di dalam tanah menyebabkan pengambilan unsur P tersebut oleh tanaman meningkat. Penambahan dosis porasi yang lebih tinggi menyebabkan kandungan P tersedia dalam tanah lebih tinggi.
Menurut Bossuyt et al. (2001), pada keadaan alami ketersediaan P bergantung pada laju mineralisasi dan immobilisasi bahan organik, sedangkan faktor penting yang mempengaruhi laju mineralisasi dan immobilisasi adalah kualitas dan jumlah bahan organik. Dengan demikian, semakin tinggi dosis porasi yang diberikan menyebabkan konsentrasi P tanaman menjadi semakin tinggi Adu Tae (2004) menam-bahkan bahwa serapan P dipengaruhi oleh pasokan hara dari pupuk P dan kemampuan bakteri pelarut fosfat untuk melarutkan P tanah dan P asal pupuk yang diberikan







BAB II
Penutup
3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.    Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan produksi kentang yaitu Penggunaan pupuk organik cair dengan berbagai konsentrasi perlakuan yaitu 0 ml/l, 1 ml/l, 2 ml/l. 3ml/l dan 4 ml/l yang diaplikasikan terhadap tanaman kentang memberikan hasil yang berbeda tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman, berat kering tanaman, jumlah umbi dan berat kering umbi kentang tetapi pada konsentrasi 4 ml/l memberikan hasil yang signifikan terhadap jumlah daun, diameter umbi, berat basah tanaman dan berat basah umbi kentang.
2.    Pemberian porasi 7,5 sampai 22,5 t ha" dengan masukan inokulan Azosy'rillum sp. Bersama masukan pupuk N 0 sampai 172 kg ha-', dan pemberian porasi 7,5 sampai 255 tha-1 bersama masukan pupuk N berbagai dosis masing-masing di Pangalengan dan Cisarua Konsentrasi P tanaman, baik di Pangalengan maupun di Cisarua, lebih tinggi dengan masukan porasi 22,5 t ha-1 bersama den-g an masukan inokulan Azospinllum sp. dan pemberian pupuk N 172 sampai 258 kg ha-l.











Daftar Pustaka

Adu Tae, A. S.J. 2004. Efisiensi pemupukan P dan hasil kacang tanah (Arachis lzpogaea L.) varietas lokal akibat pemberian pupuk P, kotoran sapi, dan bakteri pelarut fosfat. Dis. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung.
Anonim-b. 2007. Budidaya kentang. http :// http://id.search.yahoo.com/search;_ylt=A3xsfM0dQ2xKgy8BEqvLQw x.?p=budidaya+kentang&y=Cari&fr =. Minggu, 2007 Oktober 28
Anonim-c. Solanum tuberosum. (online) http://www.thefreedictionary.com/Solanum+tuberosum
Anonim. 2000. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta
Anonim. 2000. Solanum tuberosum. http://www.thefreedictionary.com/S olanum+tuberosum.
Bossuyt, H., K. Denef, J. Six, S.D. Frey, R. Merck, and K. Paustinan. 2001. Influenced microbial population and aggregate stability. Ecology 16 (3): 195-298.
Cassman, K.G., T.A. Kerby, B.A. Roberts, D.C. Bryant, and, S.M. Brouder. 1989. Differential response of two cotton cultivars to fertilizer and soil potassium. Agron. J. 81: 870-876.
Indrakusuma. 2000. Proposal Pupuk Organik Cair Supra Alam Lestari. PT Surya Pratama Alam. Yogyakarta
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Cetakan I PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Locascio, S.J., Bartz, J.A. and Weingartner, D.P. 1992. Calcium and potassium fertilization of potatoes grown in north Florida 1. Effects on potato yield and tissue Ca and K concentrationsAmerican Potato Journal 69:95-104.
Poewowidodo, 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Penerbit Angkasa. Bandung
Prihmantoro, H. 1996. Memupuk Tanaman Buah. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta
Rao, S. 1994. Mikroorganisme dan Pertumbuhan Tanaman. Univ. Indonesia Jakarta.
Sharma, U.C. and Arora, B.R. 1988. Calcium content of potato (Solanum tuberosum) plant as affected by potassium application. Indian Journal of Agricultural Sciences 58:69-71.
Singh, B. and Brar, M.S. 1985. Effect of potassium and farmyard manure application on tuber yield and K, Ca and Mg concentrations of potato leavesJournal of Potassium Research 1: 174-178.
Soil Survey Staff. 1990. Kunci taksonomi tanah. Edisi kedua. Bahasa Indonesia. 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertmian, Bogor.
White, R.E. 1973. Studies on mineral ion absorption by plants. 11. The interaction between metabolic activity and the rate of phosphorus uptake. Plant Soil 38: 509-523.
Wieny, H.R. 1999. Pertumbuhan dan hasil tanaman kentang dengan perbedaan jarak tanarn, interval pengairan, ketebalan mulsa, dm pemupukan nitrogen di dataran medium. Dis. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung.
Westermann, D.T. 1993. Fertility management. Potato health management. St. Paul, Minnesota, USA., The American Phytopathological Society, St. Paul, MN.
Westermann, D.T. and Davis, J.R. 1992. Potato nutritional management changes and challenges into the next centuryAmerican Potato Journal 69:753-767.


1 komentar:

  1. postingnya bagus, tapi lebih bagus lagi kalau di cantumkan sumber penelitinya, kalau tidak salah penulisnya seperti sarjana parman..ntar dikira plagiat...
    sipp kan ..terus lah berkreasi.. ^_^

    BalasHapus