Bab
I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Tanaman kentang (Solanum tuberosum) adalah
termasuk tanaman sayuran yang berumur pendek. Saat ini kegunaan
umbinya semakin banyak dan mempunyai peran penting bagi perekonomian Indonesia.
Kebutuhan kentang akan meningkat akibat pertumbuhan jumlah penduduk, juga
akibat perubahan pola konsumsi di beberapa Negara berkembang.
Unsur hara merupakan salah satu factor yang menunjang
pertumbuhan dan perkembangan tanaman kentang yang optimal. Penggunaan pupuk
sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan produksi kentang sudah sangat
membudaya dan para petani telah menganggap bahwa pupuk dan cara pemupukan
sebagai salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan usah taninya.
Dampak dari penggunaan pupuk anorganik menghasilkan
peningkatan produkstivitas tanaman yang cukup tinggi. Namun penggunaan pupuk
anorganik dalam jangka yang relative lama umumnya berakibat buruk pada kondisi
tanah. Tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air dan cepat
menjadi asam yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman
(Indrakusuma, 2000).
Produktivitas tanarnan kentang nasional dari tahun 1998
sampai tahun 2002 berturut-turut, 15.348,14.700,15.400 tha", 15,600't
ha-1, dan 14,800 t ha-1. Hasil rata-rata itu masih jauh lebih rendah daripada
hasil rata-rata negara maju seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat,
dan negara-negara Oseania yang mencapai 25 t ha-l. Hasil kentang di daerah
beriklim sedang dapat mencapai 30- 40 t ha-'. Produktivitas tanaman kentang di
Indonesia relatif masih rendah dan tidak stabil, yaitu berkisar antara 13- 17 t
ha". Rendahnya hasil yang dicapai disebabkan oleh kebijakan program
intensifikasi yang secara' langsung atau tidak langsung memberikan dampak yang
serius terhadap lingkungan, antara lain meningkatnya degradasi lahan in situ akibat
erosi sehingga terjadi pencucian dan pengurasan hara, meningkatnya polusi lahan
ex sihr oleh limbah pupuk dan pestisida, dan meningkatnya serangan hama
dan penyakit. Altematif untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah
serta menghindarkan dari dampak yang merugikan dari penggunaan zat kimia adalah
pemberian pupuk organik.
Penggunaan pupuk organik kotoran ternak difermentasi
(porasi) diberi inokulan kultur mikroorganisme tertentu terdapat bakteri yang
dapat mempercepat fermentasi bahan organik. Dengan demikian, akan menghasilkan
senyawa organik seperti protein, gula, asam laktat, asam amino, alkohol, dan
vitamin di mana dalam waktu yang sangat cepat berubah menjadi senyawa anorganik
yang mudah tersedia bagi tanaman. Selanjutnya dinyatakan bahwa pemberian porasi
bermanfaat bagi tanaman dalam menyediakan unsur N, P, K, dan sulfur,
memperbesar KTK tanah, dan meningkatkan kelamtan P tanah (Priyadi, 1999).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa porasi hasil
fermentasi bahan organik dapat digunakan sebagai pupuk organik dan menyuburkan
tanah serta meningkatkan pertumbuhan tanaman, Tanaman kentang memerlukan banyak
N karena dapat memacu perpanjangan sel dan pertumbuhan vegetatif, memperbesar
jumlah uinbi, dan mengundurkan
saat
inisiasi. Salah satu masalah utama dalam penggunaan pupuk N adalah pemberian
pupuk N yang berbeda sumber memberikan efek yang berbeda terhadap sifat fisika
dan kimia tanah yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman kentang.
Ditinjau dari segi efisiensi pemupukan N, ternyata kombiiasi penggunaan urea
dan ZA masingmasing setengah dosis total N adalah terbaik dilihat dari
produksi, mutu has3 umbi, dan serapan hara tanaman kentang pada tanah Andisols
atau semacamnya (Suwandi dm Asandhi, 1986).
1.2 Permasalahan
1.2.1 Bagaimana
Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair
terhadap Pertumbuhan dan produksi kentang ( Solanum
tuburosum)?
1.2.2
Bagaimana
nutrisi kalium
dan kalsium dalam meningkatkan produksi kentang ?
1.2.3 Bagaimana nutrisi fosfor dan pupuk nitrogen dalam laju
pertumbuhan kentang?
1.3 Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui bagaimana Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair
terhadap Pertumbuhan dan produksi kentang ( Solanum
tuburosum)
1.3.2
Untuk memahami bagaimana nutrisi kalium dan kalsium dalam
meningkatkan produksi kentang
1.3.3 Untuk
mengetahui bagaimana nutrisi fosfor dan pupuk nitrogen dalam laju
pertumbuhan kentang
BAB
II
Pembahasan
2.1 .Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap
Pertumbuhan dan
produksi
kentang ( Solanum tuburosum)
Pemberian
pupuk organik cair dengan berbegai yaitu 0 ml/l, 1 ml/l, 2 ml/l, 3 ml/l dan 4
ml/l terhadap parameter tinggi tanaman memberikan hasil yang berbeda tidak
nyata. Penambahan tinggi tanaman mula-mula lambat, kemudian berangsur-angsur
menjadi lebih cepat sampai tercapai suatu
laju pemanjangan batang yang maksimum yaitu pada minggu kedelapan yang akhirnya
laju pemanjangan batang konstan hingga minggu kesebelas. Hasil penelitian yang
dicapai pada perlakuan 0 ml/l (41,36) hingga perlakuan 4 ml/l (47,18)
menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman kentang. Hal
ini diperkuat dengan uji Duncan’s yang menunjukkan perbedaan yang nyata pada
masing-masing pemberian pupuk cair. Respon perlakuan terhadap jumlah daun
terhadap pemberian pupuk organik cair terlihat berbeda nyata pada konsentrasi 4
ml/l.
Hasil analisis data tinggi tanaman kentang
seperti yang tercantum pada Tabel- 1 terlihat bahwa nilai F Hitung < F
Tabel. Analisis Duncan’s 5 % menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair
dengan konsentrasi 0 ml/l, 2ml/l, 3 ml/l dan 4 ml/l memberikan hasil yang
berbeda tidak nyata. Hal ini berarti pemberian pupuk organik cair dari
masing-masing konsentrasi perlakuan tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman
kentang.
Pemberian
pupuk organik cair dapat meningkatkan jumlah daun dari 196 helai pada tanaman
tanpa pupuk organik cair menjadi 344 helai daun. Penambahan tinggi tanaman dan
jumlah daun Solanum tuberosum ini diduga diperkirakan bahwa
pemberian pupuk organik cair dapat menyebabkan terdorongnya atau terpacunya sel
di ujung batang untuk segera mengadakan pembelahan dan perbesaran sel terutama di daerah meristematis. Hal
ini sesuai dengan pendapat Bonner & Galston 1951) yang mengatakan bahwa
pembelahan secara antiklinal dan periklinal dan perbesaran sel meristematis di
ujung batang, meskipun laju kecepatannya tidak sama.. Anonim-b (2007) dan
Anonim-c yang mengatakan bahwa pemberian pupuk organik cair yang mengandung
unsur N, P, K, Mg dan Ca) akan menyebabkan terpacunya sintesis dam pembelahan
dinding sel secara antiklinal sehingga akan mempercepat pertambahan tinggi
tanaman Anonim-b (2007) dan Lakitan (1996) mengatakan bahwa adanya
perbedaan laju pertumbuhan dan aktivitas jaringan meristematis yang
tidak sama, akan menyebabkan perbedaan laju pembentukan yang tidak sama pada
organ yang terbentuk. Selain itu pemberian pupuk organik cair yang lengkap
kandungan haranya, akan menyebabkan laju pertumbuhan yang sintesisis yang berbeda
(Indrakusuma. 200I.)..
Poerwowidodo
(1992) menyatakan bahwa protein merupakan penyusun utama protoplasma yang
berfungsi sebagai pusat proses metabolisme dalam tanaman yang selanjutnya akan
memacu pembelahan dan pemanjangan sel.
Unsur
hara nitrogen dan unsur hara mikro tersebut berperan sebagai penyusun klorofil
sehingga meningkatkan aktivitas fotosintesis tersebut akan menghasilkan
fotosintat yang mengakibatkan perkembangan pada jaringan meristematis daun. Pemberian
pupuk oranik cair pada tanaman S. tuberosum ini diperkirakan akan mempercepat
sintesis asam amino dan protein
sehingga mempercepat pertumbuha tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Rao
(1994) & Purwowidodo (1992) yang mengatakan bahwa pupuk organik cair
mengandung unsur kalium yang berperan penting dalam setiap proses metabolism
tanaman, yaitu dalam sintesis asam amino dan protein dari ion-ion ammonium
serta berperan dalam memelihara tekanan turgor dengan baik sehingga
memungkinkan lancarnya proses-proses metabolisme dan menjamin kesinambungan
pemanjangan sel. Oleh penulis yang sama dikatakan bahwa unsur Fosfor berperan
dalam menyimpan dan memindahkan energi untuk sintesis karbohidrat, protein, dan
proses fotosintesis. Senyawa-senyawa hasil fotosintesis disimpan dalam bentuk
senyawa organic yang kemudian dibebaskan dalam bentuk ATP untuk pertumbuhan
tanaman. Asam humat dan asam fulfat serta zat pengatur tumbuh yang terkandung
dalam pupuk organik cair akan mendukung dan mempercepat pertumbuhan tanaman
(Rao, 1994 & Poerwowidodo (1992 ).
Berat
basah tanaman merupakan berat tanaman pada saat tanaman masih hidup dan
ditimbang secara langsung setelah panen, sebelum tanaman menjadi layu akibat kehilangan
air (Lakitan, 1996).
Respon
tanaman kentang terhadap pemberian pupuk organik cair memberikan hasil yang meningkat
pada konsentrasi 3 ml/l (608,42) dan 4 ml/l (850,88). Hal ini disebabkan karena
pupuk organik cair yang diberikan mampu mampu memacu metabolisme pada tanaman
kentang. Nitrogen yang terkandung dalam pupuk organik cair berperan sebagai penyusun
protein sedangkan fosfor dan kalsium berperan dalam memacu pembelahan jaringan
meristem dan merangsang pertumbuhan akar dan perkembangan daun yang. Akibatnya
tingkat absorbsi unsur hara dan air oleh tanaman sampai batas optimumnya yang
akan digunakan untuk pembelahan, perpanjangan dan diferensiasi sel. Kalium
mengatur kegiatan membuka dan menutupnya stomata Pengaturan stomata yang
optimal akan mengendalikan transpirasi tanaman dan meningkatkan reduksi
karbondioksida yang akan diubah menjadi karbohidrat. Unsur hara nitrogen,
fosfor dan kalium serta unsure mikro yang terkandung dalam pupuk organik cair
akan meningkatkan aktivitas fotosintesis tumbuhan sehingga meningkatkan
karbohidrat yang dihasilkan sebagai cadangan makanan (Poerwowidodo, 1992).
Pemberian
pupuk organik cair dengan konsentrasi 0 ml/l, 1 ml/l, 2 ml/l, 3 ml/l, dan 4
ml/l tidak signifikan terhadap berat kering tanaman kentang. Berat kering tanaman
merupakan resultan dari tiga prosesyaitu penumpukan asimilat melalui fotosintesa,
penurunan asimilat akibat respirasi dan akumulasi ke bagian cadangan makanan (Anonim-b.
2007). Gardner (1991) mengatakan bahwa berat kering tumbuhan adalah
keseimbangan antara pengambilan CO2 (fotosintesis) dan pengeluaran CO2 (respirasi).
Apabila respirasi lebih besar disbanding fotosintesis tumbuhan itu akan berkurang
berat keringnya. Pupuk organic cair mengandung unsur hara kalium dan kalsium
yang akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan akar lateral sehingga
mempengaruhi kemampuan tanaman kentang dalam menyerap air.
2.2 Nutrisi kalium dan kalsium dalam meningkatkan produksi kentang
Pada
tahun 1996, non-kalsium tanaman K tinggi dipamerkan umbi sekitar 17 dan 25%
lebih tinggi FW daripada satu rendah (60 kg K Fed-1) pada 75 dan 90 DAP, masing-masing.Peningkatan
masing umbi FW tanaman Ca-dibuahi adalah 28 dan 21% pada 75 dan 90 DAP,
masing-masing. Tanaman tumbuh di
bawah kondisi K tinggi pada tahun 1997 tanpa Ca memiliki sekitar 40 dan 29%
peningkatan umbi FW dari rekan-rekan mereka dari tingkat K rendah pada 75 dan
90 DAP, masing-masing. Pada 75
dan 90 DAP, Ca dibuahi tanaman tingkat tinggi K menunjukkan, masing-masing, 35
dan 27% lebih tinggi umbi FW dari yang berhubungan tingkat K. Dalam penelitian ini, tanah aplikasi tingkat tinggi K mengakibatkan tingkat yang cukup
konsentrasi K daun(Westermann, 1993), Tanah Ca aplikasi (110 kg Ca
Fed-1) menunjukkan tidak berpengaruh nyata (P = 0,05) terhadap semua parameter
hasil (Tabel 2, 3 dan 4). Ca aplikasi dalam tanah memiliki tukar Ca lebih rendah
dari 350 kg-1 hasil mg umbi ditingkatkan. Tanah
analisis dalam studi ini ditampilkan kalsium lebih rendah dibandingkan yang
dilaporkan di atas. Di bawah
kondisi kita, bagaimanapun, kami mengamati ada gejala kekurangan Ca daun daun
di mana konsentrasi Ca berada di kisaran yang cukup dilaporkan oleh Westermann
(1993) tanpa pemupukan Ca. Oleh
karena itu, perbedaan dalam respon hasil terhadap aplikasi Ca antara karya ini
dan bahwa dari Simmons dan Kelling (1987) mungkin disebabkan karena perbedaan
kebutuhan Ca varietas kentang yang digunakan dalam kedua studi.
Ca
konsentrasi menunjukkan respon yang signifikan untuk diterapkan sebagai kalsium
sebelumnya melaporkan (Locascio et al, 1992;. Clough, 1994). Meskipun tingkat K tinggi dikurangi
daun konsentrasi Ca (Singh dan Brar, 1985; Sharma dan Arora, 1988;. Locascio et
al, 1992), daun tingkat Ca tetap di kisaran yang cukup (Westermann, 1993),
menunjukkan penyerapan kelebihan atau tinggi Ca di rendah diperlakukan tanaman kalium
dihapus oleh kompetisi K dalam K yang tinggi dibuahi. Di sisi lain, kupas dan Ca medula
konsentrasi tidak dipengaruhi oleh tingkat K, berbeda dengan laporan Locascio
dkk. (1992). Hal ini, mungkin, karena metode yang
efektif aplikasi kalsium diikuti dalam Ca penelitian kami sedang fertigated di
daerah umbi, dengan demikian, meningkatkan efektivitas serapan umbi Ca. Selain itu, kami menggunakan kelas
larut dari Ca-nitrat yang dapat menguntungkan bagi ketersediaan tanah yang
tinggi Ca dibandingkan dengan gipsum digunakan dalam pekerjaan mereka. Ini, selanjutnya, mengusulkan bahwa
efek positif dari aplikasi Ca pada konsentrasi umbi mengangkat kalsium adalah
independen dari tingkat aplikasi kalium.
Ini mendokumentasikan
pentingnya gizi kalium untuk produksi kentang. Hal ini mencerminkan pentingnya
mempelajari hubungan antara tanah tukar K dan K tingkat pemupukan serta
berbagai kebutuhan untuk tujuan produksi yang berbeda. Respon positif dari konsentrasi umbi
Ca dengan penerapan bentuk yang larut dari Ca pupuk di dalam tanah memiliki Ca
memadai untuk pertumbuhan tanaman yang normal menunjukkan bahwa penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui tingkat optimal tanah tukar Ca
diperlukan untuk memastikan umbi serapan Ca cukup dalam Mesir kondisi. Hal ini juga mencerminkan pentingnya
menerapkan bentuk larut pupuk kalsium di daerah umbi zona untuk meningkatkan
umbi konten Ca.
2.3 Nutrisi fosfor dan pupuk nitrogen dalam laju
pertumbuhan kentang
Menurut Tan (1984), Andisols dengan muatan
berubah dibeda menjadi Andisols dengan KTK rendah (< 30 cmol kg?), KTK
sedang (antara 30 sampai 50 cmol kg'), dan KTK tinggi (> 50 cmol kg").
Dengan patokan itu, KTK Andisols
Pangalengan termasuk rendah. Karbon-organik memenuhi kriteria cukup
tinggi, yakni 4,77 % dengan N total 0,48 % (sedang). Pemberian pemupukan adalah
salah satu alternatif untuk lebih memperbaiki tingkat kesuburan Andisols
tersebut. Bobot isi 0,82 g cm-3, ha1 itu sesuai dengan Soil Strruey Staff (1990)
yang menetapkan bahwa salah satu kriteria Andisols adalah nilai bobot isi <
0,90 g cm-3. Tekstur memenuhi kriteria, yaitu lempung berliat. Menurut Wieny
(1999) LTU sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kelembaban tanah,
suhu dan N. tanaman yang mengalami cekaman air, suhu dan N dan mengurangi has
dam. Pemberian pupuk N yang meningkat atau lebih tinggi sampai dosis tertentu
akan meningkatkan laju pengisian umbi. Pengaruh aplikdsi N terhadap
perkembangan umbi, laju, dan panjang waktu pengisian umbi saling berhubungan. Selanjutnya
dengan pemberian pupuk N yang lebih tinggi lagi(258 kg- ha-1 N) justru terjadi
penurunan nilai LTU karena peningkatan takaran pupuk N mengakibatkan
bertambahnya konsentrasi nitrat pada bagian tangkai daun dan menurunkan kandungan
pati umbi. Konsentrasi nitrat tersebut dapat menghambat pembentukan umbi, oleh
karena itu, takaran pemupukan N yang tinggi dan merugikan tanaman-.
Pemberian porasi dan pemberian pupuk N yang
semakin meningkat menyebabkan peningkatan konsentrasi P tanaman, tetapi jika
pemberian pupuk N ditingkatkan konsentrasi P tanaman menurun. Artinya,
pemberian porasi 223 t ha-1 dan masukan pupuk 172 kg ha" N sudah seimbang;
jika diberi pupuk N yang lebih tinggi lagi hingga 258 kg ha-1, terjadi
penurunan konsentrasi P tanaman karena pupuk N yang tinggi di dalam tanah akan menghambat
aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan seperti bakteri yang memfiksasi N
dan bakteri pelarut fosfat. Penyerapan P oleh tanaman merupakan proses simultan
yang sding terkait di antara P-tanah, mikroorganisme pelarut fosfat, aliran
difusi fosfat, dan metabolism tanaman. Tingginya konsentrasi P jaringan tanaman
yang berkorelasi dengan konsentrasi N sejalan dengan pemyataan yang dikemukakan
oleh Cassman et d. (1989), yaitu adanya interaksi antara N tersedia dalam tanah
dengan konsentrasi P tanaman White (1973) mengemukakan bahwa N mempengaruhi
aktivitas metabolism dalam akar yang dapat lebih cepat mempersatukan P ke dalam
senyawa organic dalam sel akar sehingga menghalangi penimbunan P anorganik di
dalam a k ~ .Semakin meningkat dosis porasi yang diberikan semakin meningkat
kon-sentrasi P tanaman.
Tabel 3. Konsentrasi P tanaman kentang diberi
porasi dan inokulun Azospirillum sp. Serta pupuk N.
Konsentrasi P tanam-an kentang tertinggi
diperoleh dengan masukan porasi 22,5 t ha-1 dan pupuk N 172 kg ha-',
tanpa dan dengan masukan inokulan Azospinllum sp. berturut-turut 0,40
dan 0,43 %. Penambahan porasi sebagai pupuk organik dapat meningkatkan pH
sehingga mengurangi ikatan P (retensi P) oleh tanah karena dari fermentasi
bahan organic (porasi) dalam tanah akan dihasilkan senyawa organik yang dapat
melarutkan P menjadi tersedia. Pupuk organik berperan dalam meningkatkan
mineralisasi P tanah dalam melarutkan P dari pupuk. Porasi berasal dari bahan
organik yang difermentasi dengan mikroorganisme efektif (M-Bio), yang di
dalamnya terkandung berbagai macam mikroorganisme salah satu di antaranya
bakteri pelarut fosfat. Konsentrasi P tanaman kentang di Cisarua dapat
dikatakan secara umum lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi P tanaman di
Pangalengan. Hal itu diduga karena lebih rendahnya konsentrasi P tanah sebelum
percobaan; kandungan P tersedia tanah di Cisarua 10,7 mg kg1 lebih rendah
dibandingkan di Pangalengan 30,2 mg kg". Hal itu berhubungan dengan
mineral yang mendominasi Andisols di Cisarua yaitu haloisit atau
mineral-mineral kristalin serta mineral oksida dimana mineral holoisit ini mencirikan
tingkat pelapukan yang lebih lanjut dengan demikian akan berpengaruh dengan
tingkat kesuburan tanahnya. Keberhasilan tanaman untuk memanfaatkan unsur hara
dari dalam tanah sangat bergantung pada kemampuan tanah untuk mensuplai unsur
hara tersebut. Dengan demikian, tersedianya unsur P di dalam tanah menyebabkan pengambilan
unsur P tersebut oleh tanaman meningkat. Penambahan dosis porasi yang lebih
tinggi menyebabkan kandungan P tersedia dalam tanah lebih tinggi.
Menurut Bossuyt et al. (2001), pada keadaan
alami ketersediaan P bergantung pada laju mineralisasi dan immobilisasi bahan
organik, sedangkan faktor penting yang mempengaruhi laju mineralisasi dan immobilisasi
adalah kualitas dan jumlah bahan organik. Dengan demikian, semakin tinggi dosis
porasi yang diberikan menyebabkan konsentrasi P tanaman menjadi semakin tinggi Adu
Tae (2004) menam-bahkan bahwa serapan P dipengaruhi oleh pasokan hara
dari pupuk P dan kemampuan bakteri pelarut fosfat untuk melarutkan P tanah dan
P asal pupuk yang diberikan
BAB
II
Penutup
3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap
Pertumbuhan dan produksi kentang yaitu Penggunaan pupuk organik
cair dengan berbagai konsentrasi perlakuan yaitu 0 ml/l, 1 ml/l, 2 ml/l. 3ml/l
dan 4 ml/l yang diaplikasikan terhadap tanaman kentang memberikan hasil yang
berbeda tidak nyata terhadap parameter tinggi tanaman, berat kering tanaman,
jumlah umbi dan berat kering umbi kentang tetapi pada konsentrasi 4 ml/l
memberikan hasil yang signifikan terhadap jumlah daun, diameter umbi, berat
basah tanaman dan berat basah umbi kentang.
2. Pemberian
porasi 7,5 sampai 22,5 t ha" dengan masukan inokulan Azosy'rillum
sp. Bersama masukan pupuk N 0 sampai 172 kg ha-', dan
pemberian porasi 7,5 sampai 255 tha-1 bersama masukan pupuk N
berbagai dosis masing-masing di Pangalengan dan Cisarua Konsentrasi P tanaman,
baik di Pangalengan maupun di Cisarua, lebih tinggi dengan masukan porasi 22,5
t ha-1 bersama den-g an masukan inokulan Azospinllum sp. dan
pemberian pupuk N 172 sampai 258 kg ha-l.
Daftar
Pustaka
Adu Tae, A. S.J. 2004. Efisiensi pemupukan P dan hasil kacang tanah
(Arachis lzpogaea L.) varietas
lokal akibat pemberian pupuk P, kotoran sapi, dan bakteri pelarut fosfat.
Dis. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung.
Anonim-b. 2007. Budidaya kentang. http :// http://id.search.yahoo.com/search;_ylt=A3xsfM0dQ2xKgy8BEqvLQw
x.?p=budidaya+kentang&y=Cari&fr =. Minggu, 2007 Oktober 28
Anonim-c. Solanum tuberosum. (online) http://www.thefreedictionary.com/Solanum+tuberosum
Anonim.
2000. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta
Bossuyt, H., K. Denef, J. Six, S.D. Frey, R.
Merck, and K. Paustinan. 2001. Influenced
microbial population and aggregate stability. Ecology 16 (3): 195-298.
Cassman, K.G., T.A. Kerby, B.A. Roberts, D.C.
Bryant, and, S.M. Brouder. 1989. Differential
response of two cotton cultivars to fertilizer and soil potassium. Agron.
J. 81: 870-876.
Indrakusuma. 2000. Proposal Pupuk Organik Cair Supra Alam Lestari. PT Surya Pratama
Alam. Yogyakarta
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Cetakan I PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta
Locascio, S.J., Bartz, J.A. and Weingartner, D.P. 1992. Calcium and potassium fertilization of
potatoes grown in north Florida 1. Effects on potato yield and tissue Ca and K
concentrations. American
Potato Journal 69:95-104.
Poewowidodo, 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Penerbit Angkasa. Bandung
Prihmantoro, H. 1996. Memupuk Tanaman Buah. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta
Rao, S. 1994. Mikroorganisme dan Pertumbuhan Tanaman. Univ. Indonesia Jakarta.
Sharma, U.C. and Arora,
B.R. 1988. Calcium content of potato (Solanum tuberosum) plant as affected
by potassium application. Indian
Journal of Agricultural Sciences 58:69-71.
Singh, B. and Brar, M.S.
1985. Effect of potassium and farmyard
manure application on tuber yield and K, Ca and Mg concentrations of potato
leaves. Journal of Potassium Research 1: 174-178.
Soil Survey Staff. 1990. Kunci taksonomi tanah. Edisi kedua. Bahasa Indonesia. 1999. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertmian,
Bogor.
White, R.E. 1973. Studies on mineral ion absorption by plants.
11. The interaction between metabolic activity and the rate of phosphorus
uptake. Plant Soil 38: 509-523.
Wieny, H.R. 1999. Pertumbuhan dan hasil tanaman kentang dengan
perbedaan jarak tanarn, interval pengairan, ketebalan mulsa, dm pemupukan
nitrogen di dataran medium. Dis. Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran, Bandung.
Westermann, D.T. 1993. Fertility management. Potato health
management. St. Paul, Minnesota, USA., The American Phytopathological
Society, St. Paul, MN.
Westermann, D.T. and Davis, J.R. 1992. Potato nutritional management changes and challenges into the next
century. American Potato Journal 69:753-767.
postingnya bagus, tapi lebih bagus lagi kalau di cantumkan sumber penelitinya, kalau tidak salah penulisnya seperti sarjana parman..ntar dikira plagiat...
BalasHapussipp kan ..terus lah berkreasi.. ^_^